BERITA INDEX BERITA
Pertamina Nyatakan Siap Jadi Pemain Utama Penyimpan Karbon Indonesia
DUBAI – Pada Konferensi Tingkat
Tinggi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2023 atau Conference of the
Parties (COP) 28, PT Pertamina (Persero) nyatakan kesiapannya jadi pemain utama
penyimpanan karbon di Indonesia. Kesiapan Pertamina dibuktikan melalui program
Carbon Capture Utilisation Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilisation Storage
(CCUS).
Hal itu disampaikan Senior Vice
President Research and Technology Innovation Pertamina Oki Muraza pada COP28 di
Dubai, Uni Emirat Arab. Dalam paparannya, Oki melihat sejumlah peluang yang
dapat dimanfaatkan Pertamina. Ia menyebutkan, ada 400 gigaton (GT) potensi CCS
serta kapasitas bisnis CCS/CCUS yang mencapai 60 juta ton per tahun (MTPA) di
Indonesia.
Demi menangkap peluang tersebut,
saat ini Pertamina telah memiliki delapan lokasi CCS/CCUS yang pengembangannya
dikolaborasikan bersama mitra strategis lainnya. Terdapat dua lokasi di
Sumatera, empat lokasi di Jawa, dan dua di Sulawesi. Saat ini inisiatif
CCS/CCUS tengah berada pada fase studi kelayakan yang meliputi teknis bawah
permukaan, fasilitas permukaan, dan ekonomi.
“Sebagai BUMN sektor minyak dan
gas yang dituntut untuk memenuhi kebutuhan energi Indonesia namun di saat
bersamaan menjalankan program dekarbonisasi. Pertamina melihat CCUS sebagai
upaya meningkatkan jumlah minyak dan gas kita sekaligus mendukung target NZE,”
ucap Oki di sela diskusi bertajuk “Harnessing Potential of Indonesia CCS
Development for Carbon Removal Implementation Towards a Cleaner Future” di
Paviliun Indonesia pada COP28, Sabtu (2/12).
Pertamina kini mengembangkan
proyek CCUS di Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat yang
memiliki potensi penyimpanan karbon 146 ribu ton. Pertamina juga sedang
mengembangkan proyek CCS sebagai platform yang mendukung produksi amonia dan hidrogen
rendah karbon.
Karbon dioksida (CO2) dari
pembangkit amonia dan kilang nantinya akan dihapus dari pembangkit hidrogen,
dengan teknologi konsentrasi tinggi, dan unit pembakaran, dengan konsentrasi
rendah. Selanjutnya, CO2 akan dikompres dan diangkut ke area di sekitar pembangkit,
lalu terjadilah injeksi CO2 atau proses CCS.
Setelah itu, nantinya akan
terbentuk senyawa hidrogen dan amonia sebagai bahan baku rendah karbon. Proses
ini telah dilakukan di kawasan Kalimantan Timur, tepatnya di Kutai Basin. Oki
menyebutkan, rata-rata CO2 dari pembangkit hidrogen di Balikpapan sebesar 1,4
juta ton per tahun. Sedangkan kapasitas penyimpanannya sebesar 270 juta ton.
Sementara itu, produksi amonia
dilakukan di Pembangkit Amonia Banggai. CO2 dari pembangkit amonia mencapai 1
juta ton per tahun. Kapasitas penyimpanannya mencapai 273 juta ton. “Jika semua
berjalan lancar, 2030 selesai, dan penyimpanan dapat digunakan,” kata Oki.
Ia menyatakan, Pertamina mendorong
pemanfaatan CCS dan CCUS sejak Pertemuan Glasgow dua tahun lalu. Sejak saat
itu, Pertamina secara konsisten mempertimbangkan agar teknologi ini dapat
diterapkan. “Kami terus mengembangkan tahap per tahap, sambil menunggu
kepastian kebijakan dari pemerintah,” ujar Oki.
Ada banyak kesepakatan untuk
membentuk kebijakan tersebut, termasuk perhitungan CCS/CCUS ke dalam Nationally
Determined Contributions (NDC), kolaborasi antar lembaga, dan dialog lainnya.
Aspek yang perlu diperhatikan dari
pengembangan CCS dan CCUS adalah belanja modal. Persoalan ini dapat diatasi
dengan mengembangkan nature-based solution (NBS), karena biayanya paling murah.
Solusi lainnya adalah penangkapan
metana. Oki menekankan, semua ini akan terwujud jika seluruh pihak saling
bersinergi. “CCS/CCUS adalah bisnis yang bisa kita pelajari dan bangun ilmu
bersama,” imbuhnya.
Sesi ini juga dihadiri oleh
Direktur Eksekutif Indonesia CCS Center Belladonna Maulianda. Ia menambahkan,
CCS adalah inovasi paling memungkinkan untuk mengatasi perubahan iklim dan
mendorong target karbon netral.
CCS memiliki berbagai manfaat
seperti mengurangi biaya, mencegah risiko dagang, membuka lapangan kerja, dan
mendorong pengembangan industri rendah karbon.
Sementara itu, General Manager
Advocacy Global CCS Institute Guloren Turan menilai Indonesia sudah
berada di jalur yang tepat untuk mengembangkan CCS. Menurutnya, Indonesia
memiliki sumber daya penyimpanan dan telah berupaya mengembangkan kapasitas dan
kerangka kebijakan.
Pertamina sebagai perusahaan
pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero
Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung
pada capaian Sustainable Development Goals (SDG’s). Seluruh upaya tersebut
sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di
seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.