BERITA INDEX BERITA
Masyarakat Adat Knasaimos Terima SK Pengakuan Wilayah Adat dari Bupati Sorong Selatan
TEMINABUAN - Kabar baik datang untuk masyarakat adat
Knasaimos. Sehari setelah peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia–yang jatuh
pada 5 Juni, masyarakat Knasaimos menerima surat keputusan pengakuan wilayah
adat dari Bupati Sorong Selatan.
Warkat yang telah dinantikan ini mengakui wilayah adat
Knasaimos seluas 97.441 hektare, yang membentang di dua distrik yakni Distrik
Saifi dan Seremuk. Sebagai perbandingan, wilayah adat ini lebih besar dari
Provinsi DKI Jakarta yang luasnya 66.150 hektare.
Acara penyerahan tersebut berlangsung di kantor Sekretariat
Panitia Masyarakat Hukum Adat Sorong Selatan di Teminabuan, Sorong Selatan,
Papua Barat Daya pada pagi tadi.
Mewakili Bupati Sorong Selatan Samsudin Anggiluli, Sekretaris Daerah
Sorong Selatan Dance Nauw memimpin prosesi ini.
Adapun perwakilan masyarakat Knasaimos menghadiri gelaran
pemberian SK dengan mengenakan busana adat. “Tanah ini sejak dahulu milik kami,
hak kesulungan kami, diwariskan oleh para leluhur, dan akan menjadi masa depan
anak-cucu kami,” kata Fredrik Sagisolo, Ketua Dewan Persekutuan Masyarakat Adat
Knasaimos.
“Pengakuan wilayah adat penting untuk memberikan kepastian
hukum bagi kami masyarakat adat. Kami berharap, kepastian hukum ini bisa
memperkuat benteng pertahanan kami untuk menjaga hutan dan wilayah adat dari
ancaman investasi yang merugikan masyarakat adat dan Tanah Papua,” sambung
Fredrik.
Sekretaris Daerah Sorong Selatan Dance Nauw dalam
sambutannya menyampaikan SK ini bukan sekadar dokumen administratif, tapi
bentuk penghormatan dan pengakuan atas eksistensi dan peran penting masyarakat
adat menjaga kelestarian lingkungan dan budaya lokal. Pengakuan wilayah adat
ini juga disebutnya sebagai tonggak sejarah dan bukti kepedulian terhadap
masyarakat.
“Pengakuan ini menunjukkan kepada masyarakat setempat dan
pemerintah pusat, bahwa komitmen untuk melindungi lingkungan serta memastikan
martabat dan kesejahteraan masyarakat adat berjalan beriringan,” kata Sekda
Dance Nauw.
“Kami berharap pengakuan ini dapat memperkuat semangat
gotong royong dan kebersamaan dalam mengelola wilayah adat demi kesejahteraan
bersama,” imbuh Sekda Dance Nauw. Selain untuk masyarakat Knasaimos, Bupati
Sorong Selatan juga meneken SK pengakuan serupa bagi masyarakat adat di Distrik
Konda.
Dalam dua dekade terakhir, masyarakat Knasaimos telah
berjuang untuk melindungi tanah dan hutan adat mereka dari eksploitasi oleh
pihak luar. Ketika pembalak kayu merbau dan perusahaan sawit menyasar wilayah
mereka, orang Knasaimos gigih menolak.
Beberapa bentuk kegigihan perjuangan Knasaimos antara lain
melalui pemetaan wilayah adat, mengolah sagu untuk dijual sebagai wujud
kemandirian dari sisi pangan dan ekonomi, hingga mendaftarkan pengakuan wilayah
adat ke Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan–yang keputusannya mereka dapatkan
hari ini.
Duketini Maria Youwe dari Bentara Papua menyampaikan, masyarakat
adat Knasaimos, khususnya perempuan adat, hidup dalam ketergantungan dengan
alam. Hutan adat merupakan identitas, kebun, dan apotek bagi perempuan
Knasaimos. Para mama mengambil sayur, obat-obatan alami, hingga sagu yang
mereka olah untuk makan keluarga serta dijual–hasilnya untuk mengirim anak-anak
ke bangku sekolah.
“Dengan pengakuan ini, kami berharap masyarakat dapat
mengelola tanah adat, memperoleh manfaat, dan hidup dengan kearifan lokal yang
dimiliki tanpa harus menjual tanah dan kehilangan hutan,” ucap Duketini Maria
Youwe.
Pengakuan wilayah adat sebenarnya bukan kabar baik pertama
untuk masyarakat Knasaimos. Pada 2016, masyarakat adat Knasaimos mendapatkan
surat keputusan penetapan hutan desa/kampung dari Menteri Kehutanan dan
Lingkungan Hidup, disusul hak kelola hutan desa/kampung tiga tahun kemudian.
Di sisi lain, cerita Knasaimos ini menunjukkan bahwa
masyarakat adat masih harus berjuang keras agar hak-hak mereka diakui dan
dihormati. Masyarakat adat khususnya di Tanah Papua terus mengalami ancaman
perampasan hutan adat. Seperti yang kini dialami masyarakat adat Awyu di Boven
Digoel dan memicu kampanye #AllEyesOnPapua di media sosial. Padahal, konstitusi
telah menjamin keberadaan dan hak-hak masyarakat adat.
“Masyarakat Adat Knasaimos saat ini menikmati hasil
perjuangan panjang mereka, tetapi masih banyak masyarakat adat lainnya di Tanah
Papua dan di seluruh Tanah Air, yang telah kehilangan tanah, hutan, dan
keanekaragaman hayati mereka secara permanen karena pemerintah menyerahkannya
untuk kepentingan perusahaan,” kata Amos Sumbung, Juru Kampanye Hutan Papua
Greenpeace Indonesia.
Pengakuan masyarakat adat, imbuh Amos Sumbung, seharusnya
tak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah seperti di Sorong Selatan ini, tapi
juga oleh pemerintah pusat. “Presiden dan DPR harus segera mengesahkan
Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang sudah lebih dari 10 tahun tak
kunjung diselesaikan. Kami tak akan berhenti berjuang sampai ada pengakuan dan
pelindungan penuh untuk masyarakat adat di Tanah Papua,” pungkasnya.