BERITA INDEX BERITA

Sisi Humanis Legenda Petualang Dondy “Djajo” Rahardjo

Humaniora | DiLihat : 155 | Senin, 02 September 2024 | 10:38
Sisi Humanis Legenda Petualang Dondy “Djajo” Rahardjo

EKSISTENSI legenda petualang Dondy ‘Djajo’ Raharjo tidak hanya meninggalkan jejak di gunung, hutan, tebing, sungai, goa, tapi juga di sebuah TK dan pesantren. Jejak sang petualang sebagaimana terekam di film berjudul “Djajo”, karya sutradara Ressy Elang Andrian.

“Total bantuan yang diberikan bang Djajo untuk pembangunan sekolah ini sampai Rp50 juta. Dan banyak lagi bantuan lainnya, sampai kebutuhan Alquran untuk anak-anak mengaji dia juga yang bantu,” kata Yudewi Maslahat, Kepala TK Kazzaria, Kampung Bedeng, Surade, Sukabumi, Jawa Barat

Sambil terisak menahan sedih dan haru mengenang jasa dan kebaikan Bang Djajo, Yudewi mengatakan jika anak-anak TK asuhannya selalu rajin mengirim doa untuk mendiang. “Anak-anak rajin kirim doa, Alfateha. Semoga kebaikan dan bantuan yang diberikan bang Djajo untuk pembangunan sekolah ini dibalas Allah,” kata Yudewi yang suaranya berubah serak dan matanya berkaca-kaca.

Tidak hanya Yudewi Maslahat, salah seorang sahabat Djajo, M Firdaus juga mengungkapkan sisi humanis almarhum. “Mas Djajo pernah hubungi saya. Katanya, gua denger kamu buka pondok. Boleh ga saya mondok di sana, mau belajar Quran. Saya bilang boleh aja,” ujar M Firdaus.

Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Quran, Nargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah ini lalu mengatakan, selama mondok almarhum benar-benar belajar membaca Alquran dan mengikuti laku hidup para santri di pondok. “Selesai mondok Mas Djajo sempat ngasih bantuan satu kardus Alquran, dan selama mondok dia juga sering berbagi dengan santri dan orang-orang di pondok,” kata Firdaus.

Pengakuan Yudewi Maslahat dan M Firdaus ini sebagian kecil penggalan cerita yang dinarasikan dalam film “Djajo”. Film dokumenter produksi Tanah Kreasinema Indonesia ini benar-benar menguliti sisi humanisme bahkan spiritual Djajo, sosok petualang tangguh sekaligus guru bagi banyak pencinta alam dan penggiat alam bebas di Indonesia. Djajo sendiri tak lain nama panggilan akrab dari Dondy Rahardjo, yang belum genap satu tahun meninggalkan dunia fana ini.

Saat Gala Priemere Film “Djajo”, para sahabat Djajo terlihat sangat antusiasme menyaksikan dua sesi pemutaran film yang berlangsung di Gedung Juang, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8/2024). Meski pemutaran film sudah berakhir, para sesepuh, tokoh dan pentolan pencinta alam, petualang terkhusus pendaki gunung masih tetap berkumpul hingga larut malam, akrab bercerita mengenang saat-saat kebersamaan dengan almarhum Djajo.

Film “Djajo” juga menceritakan sekelumit petualangan dan keseharian Djajo, berikut penuturan beberapa sahabat Djajo, seperti Rolando Edmond Ernst (pendiri TRAMP), Alfi Hendri (Tandike), Lody Karua (Mapala UI/Arus Liar, Citarik), dan tentunya sejumlah aktivis pecinta alam dan pendaki gunung yang pernah dididik Djajo.

“Kita berdua itu dijuluki ama temen-temen Tom and Jerry, karena kita itu tidak pernah akur, selalu ribut selalu berdebat. Kadang-kadang perdebatan kita sampai bener-bener marah kita, sampai sama-sama marah,” kata Lody Karua mengenang keakrabannya dengan alm Djajo. Walau sering tak akur, Lody mengakui Djajo sahabat yang menyenangkan, pandai bergaul dan banyak teman.

“Sulit nyari teman dan sosok seperti Djajo. Saya monitor terus dunia pendaki gunung Indonesia. Saya tidak ketemu lagiorang seperti Djajo,” tegas Rolando Edmond Ernst yang tak sungkan mengakui kebaikan-kebaikan Djajo.

Meski sebagian besar alur cerita dalam film tentang komentar orang-orang yang dekat dengan Djajo, namun berhasil membius dan membuat nelangsa orang-orang yang menontonnya. Selama dua jam lebih, penonton seperti dipaksa untuk tidak bergeser menikmati dengan seksama detik demi detik tayangan dalam film. Sesekali suasana hening dan sunyi disibak suara berbisik penonton, tiba-tiba pecah tawa, bahkan ada yang sesenggukan sambil mengusap air mata.

Senja berbisik lembut di ufuk cakrawala//Merah jingga memeluk lembayung tua//Engkau, petualang jiwa yang tak kenal lelah//Menapak di puncak-puncak, menembus rimba raya. Di kala usia merambat perlahan//Raga mulai rapuh, tergerus waktu yang setia//Namun semangatmu, bak api yang tak pernah padam//Masih menyala, menerangi jalur-jalur petualangan

Dalam sunyi senja yang hangat//Kau kenang setiap langkah, setiap detik yang berlalu//Menolong jiwa-jiwa yang terjebak dalam bencana//Menjadi pahlawan tanpa pamrih, dalam sunyi dan sepi

Kini, ketika senja memanggilmu pulang//Sang Pencipta menanti dengan tangan terbuka//Engkau, yang telah banyak berkorban//Menuju istirahat abadi dalam damai-Nya

Di ketinggian yang abadi, di puncak keabadian//Kau temukan ketenangan sejati//Petualanganmu kini usai, dalam damai dan senyuman//Selamat jalan, sang penjelajah sejati, selamat tinggal alam semesta.

Untaian puisi indah karya Mariza ini turut memperkaya narasi film "Djajo". Yang paling mengharukan, saat diceritakan bagaimana perhatian besar pihak Perumahan Jagorawi Golf & Country Club (JGCC) mengurus Djajo, mulai dari almarhum sehat, kemudian sakit, membawa dan merawat alm ke rumah sakit, sampai alm Djajo meninggal dunia dan dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga pemilik JGCC. “Almarhum sudah sangat dekat dan sudah seperti keluarga,” kata Mira Permana Bunda Zakir, anak pemilik JGCC.

Diketahui, film Djajo adalah film ketiga yang bercerita tentang sosok petualang yang dibuat Ressy Elang Adrian. Dua film sebelumnya, yakni berjudul HOL (Herman O Lantang); dan film berjudul Sosok Dr Yon Artiono Arba’i. “Nanti ada roadshow pemutaran film Djajo di sejumlah titik sesuai situasi dan permintaan. Nantinya juga ada roadshow film mas Yon Artiono, bahkan jika ada permintaan juga kita putar film HOL,” kata sutradara Ressy Elang.

“Kami keluarga mas Djajo malah baru tahu kalau almarhum semasa hidup banyak sekali berbuat kebaikan, banyak membantu orang, rajin ibadah bahkan membangun sekolah. Kalau tidak menonton film ini, kami tidak tahu persis apa kegiatan yang dilakukan mas Djajo, karena memang almarhum jarang berkumpul dengan keluarga,” tutur Koni, adik dari mendiang Djajo.

Sekadar kilas balik, pada 9 November 2023 silam, salah satu senior dan juga guru pencinta alam, Dondy ‘Djajo” Rahardjo atau yang lebih dikenal Bang Djajo meninggal dunia. Ayah satu anak ini mengembuskan nafas terakhir saat dalam perawatan intensif medis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, akibat sakit yang dideritanya.

Semasa hidupnya Bang Djajo sangat aktif di dunia kepecintalaman dan menjadi anggota kehormatan di berbagai organisasi besar pecinta alam/pendaki gunung di Indonesia, antara lain di Mapala UI, APGI (Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia), Himpala Unas (Universitas Nasional), YEPE (Young Pioneer) Malang, IMPEESA Perbanas, TRAMP (Top Ranger And Mountain Pathfinder), dan banyak lagi lainnya.

Bang Djajo juga sebagai pendiri dan pembina di berbagai organisasi kepecinta alaman/pendaki gunung maupun rescue di Indonesia, seperti pendiri Yayasan Survival Indonesia, Pusat Informasi dan Pengembangan Pencinta Alam (PIPA), Yayasan KAPINIS Indonesia, ikut gabung di CASPELINA (Caving-Speleologi Indonesia) saat dirintis oleh Norman Edwin & Dr Kho, serta kerap terlibat di banyak kegiatan Mapala Perguruan Tinggi Muhammmadiyah se-Indonesia.

Selain itu, pria supel yang dikenal sebagai spesialis caving ini juga aktif di Vertical Rescue di FPTI, Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI), Global Rescue, Komisi SAR PB FAJI, PB FMI (Federasi Mountaineering Indonesia), PB FONI (Federasi Orienteering Nasional Indonesia) dan lainnya.

“Om Djajo buat saya adalah telaga ilmu bagi orang-orang yang haus akan ilmu petualangan. Sosok humble, tidak pelit berbagi ilmu dan sangat konsisten terhadap safety adventure. Beliau tidak ada kompromi untuk kegiatan-kegiatan adventure yang tidak menggunakan standar keamanan yang benar. Respect buat om Djajo,” ujar Wowor, Ketua U-Forty Jakarta.

“Kalau di padepokan silat, almarhum ini maha guru. Banyak sekali kader pencinta alam yang belajar sama beliau, termasuk saya. Yang berkesan, guru Djajo tak pernah meminta bayaran kepada orang-orang yang mau belajar dengannya. Guru Djajo ini juga volunteer sejati, dan tentunya sulit menemukan sosok volunteer seperti guru Djajo, yang memiliki kepedulian tinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan,” kata Fadlik Al Iman, anggota Mapala Stacia Univ Muhammadiyah Jakarta.

“Djajo satu-satunya orang yang paling dekat dengan ibu saya. Dia kalau di rumah orang tua saya, itu sudah seperti di rumahnya sendiri. Djajo tak segan minta dibuatkan rendang sama ibu saya, karena memang dia suka sekali rendang buatan ibu saya,” tutur sahabat Djajo yang juga anggota kehormatan Mapala UI, Syamsirwan Ichin alias bang Icin. 


Scroll to top