BERITA INDEX BERITA
Sisi Humanis Legenda Petualang Dondy “Djajo” Rahardjo
EKSISTENSI legenda petualang Dondy ‘Djajo’ Raharjo tidak
hanya meninggalkan jejak di gunung, hutan, tebing, sungai, goa, tapi juga di sebuah TK dan pesantren. Jejak sang petualang sebagaimana terekam di film
berjudul “Djajo”, karya sutradara Ressy Elang Andrian.
“Total bantuan yang diberikan bang Djajo untuk pembangunan sekolah
ini sampai Rp50 juta. Dan banyak lagi bantuan lainnya, sampai kebutuhan Alquran
untuk anak-anak mengaji dia juga yang bantu,” kata Yudewi Maslahat, Kepala TK
Kazzaria, Kampung Bedeng, Surade, Sukabumi, Jawa Barat
Sambil terisak menahan sedih dan haru mengenang jasa dan kebaikan
Bang Djajo, Yudewi mengatakan jika anak-anak TK asuhannya selalu rajin mengirim
doa untuk mendiang. “Anak-anak rajin kirim doa, Alfateha. Semoga kebaikan dan
bantuan yang diberikan bang Djajo untuk pembangunan sekolah ini dibalas Allah,”
kata Yudewi yang suaranya berubah serak dan matanya berkaca-kaca.
Tidak hanya Yudewi Maslahat, salah seorang sahabat Djajo, M
Firdaus juga mengungkapkan sisi humanis almarhum. “Mas Djajo pernah hubungi
saya. Katanya, gua denger kamu buka pondok. Boleh ga saya mondok di sana, mau
belajar Quran. Saya bilang boleh aja,” ujar M Firdaus.
Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Quran, Nargoyoso,
Karanganyar, Jawa Tengah ini lalu mengatakan, selama mondok almarhum
benar-benar belajar membaca Alquran dan mengikuti laku hidup para santri di
pondok. “Selesai mondok Mas Djajo sempat ngasih bantuan satu kardus Alquran,
dan selama mondok dia juga sering berbagi dengan santri dan orang-orang di
pondok,” kata Firdaus.
Pengakuan Yudewi Maslahat dan M Firdaus ini sebagian kecil penggalan
cerita yang dinarasikan dalam film “Djajo”. Film dokumenter produksi Tanah Kreasinema
Indonesia ini benar-benar menguliti sisi humanisme bahkan spiritual Djajo,
sosok petualang tangguh sekaligus guru bagi banyak pencinta alam dan penggiat
alam bebas di Indonesia. Djajo sendiri tak lain nama panggilan akrab dari Dondy
Rahardjo, yang belum genap satu tahun meninggalkan dunia fana ini.
Saat Gala Priemere Film “Djajo”, para sahabat Djajo terlihat
sangat antusiasme menyaksikan dua sesi pemutaran film yang berlangsung di Gedung
Juang, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8/2024). Meski pemutaran film sudah berakhir,
para sesepuh, tokoh dan pentolan pencinta alam, petualang terkhusus pendaki
gunung masih tetap berkumpul hingga larut malam, akrab bercerita mengenang
saat-saat kebersamaan dengan almarhum Djajo.
Film “Djajo” juga menceritakan sekelumit petualangan dan
keseharian Djajo, berikut penuturan beberapa sahabat Djajo, seperti Rolando
Edmond Ernst (pendiri TRAMP), Alfi Hendri (Tandike), Lody Karua (Mapala UI/Arus
Liar, Citarik), dan tentunya sejumlah aktivis pecinta alam dan pendaki gunung
yang pernah dididik Djajo.
“Kita berdua itu dijuluki ama temen-temen Tom and Jerry,
karena kita itu tidak pernah akur, selalu ribut selalu berdebat. Kadang-kadang
perdebatan kita sampai bener-bener marah kita, sampai sama-sama marah,” kata
Lody Karua mengenang keakrabannya dengan alm Djajo. Walau sering tak akur, Lody
mengakui Djajo sahabat yang menyenangkan, pandai bergaul dan banyak teman.
“Sulit nyari teman dan sosok seperti Djajo. Saya monitor
terus dunia pendaki gunung Indonesia. Saya tidak ketemu lagiorang seperti
Djajo,” tegas Rolando Edmond Ernst yang tak sungkan mengakui kebaikan-kebaikan
Djajo.
Meski sebagian besar alur cerita dalam film tentang komentar
orang-orang yang dekat dengan Djajo, namun berhasil membius dan membuat
nelangsa orang-orang yang menontonnya. Selama dua jam lebih, penonton seperti
dipaksa untuk tidak bergeser menikmati dengan seksama detik demi detik tayangan
dalam film. Sesekali suasana hening dan sunyi disibak suara berbisik penonton,
tiba-tiba pecah tawa, bahkan ada yang sesenggukan sambil mengusap air mata.
Senja berbisik lembut di ufuk cakrawala//Merah jingga
memeluk lembayung tua//Engkau, petualang jiwa yang tak kenal lelah//Menapak di
puncak-puncak, menembus rimba raya. Di kala usia merambat perlahan//Raga mulai
rapuh, tergerus waktu yang setia//Namun semangatmu, bak api yang tak pernah
padam//Masih menyala, menerangi jalur-jalur petualangan
Dalam sunyi senja yang hangat//Kau kenang setiap langkah,
setiap detik yang berlalu//Menolong jiwa-jiwa yang terjebak dalam
bencana//Menjadi pahlawan tanpa pamrih, dalam sunyi dan sepi
Kini, ketika senja memanggilmu pulang//Sang Pencipta menanti
dengan tangan terbuka//Engkau, yang telah banyak berkorban//Menuju istirahat
abadi dalam damai-Nya
Di ketinggian yang abadi, di puncak keabadian//Kau temukan
ketenangan sejati//Petualanganmu kini usai, dalam damai dan senyuman//Selamat
jalan, sang penjelajah sejati, selamat tinggal alam semesta.
Untaian puisi indah karya Mariza ini turut memperkaya narasi film "Djajo". Yang paling mengharukan, saat diceritakan bagaimana perhatian besar
pihak Perumahan Jagorawi Golf & Country Club (JGCC) mengurus Djajo, mulai
dari almarhum sehat, kemudian sakit, membawa dan merawat alm ke rumah sakit,
sampai alm Djajo meninggal dunia dan dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga
pemilik JGCC. “Almarhum sudah sangat dekat dan sudah seperti keluarga,” kata
Mira Permana Bunda Zakir, anak pemilik JGCC.
Diketahui, film Djajo adalah film ketiga yang bercerita
tentang sosok petualang yang dibuat Ressy Elang Adrian. Dua film sebelumnya,
yakni berjudul HOL (Herman O Lantang); dan film berjudul Sosok Dr Yon Artiono
Arba’i. “Nanti ada roadshow pemutaran film Djajo di sejumlah titik sesuai
situasi dan permintaan. Nantinya juga ada roadshow film mas Yon Artiono, bahkan
jika ada permintaan juga kita putar film HOL,” kata sutradara Ressy Elang.
“Kami keluarga mas Djajo malah baru tahu kalau almarhum
semasa hidup banyak sekali berbuat kebaikan, banyak membantu orang, rajin
ibadah bahkan membangun sekolah. Kalau tidak menonton film ini, kami tidak tahu
persis apa kegiatan yang dilakukan mas Djajo, karena memang almarhum jarang berkumpul
dengan keluarga,” tutur Koni, adik dari mendiang Djajo.
Sekadar kilas balik, pada 9 November 2023 silam, salah satu
senior dan juga guru pencinta alam, Dondy ‘Djajo” Rahardjo atau yang lebih
dikenal Bang Djajo meninggal dunia. Ayah satu anak ini mengembuskan nafas
terakhir saat dalam perawatan intensif medis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) Jakarta, akibat sakit yang dideritanya.
Semasa hidupnya Bang Djajo sangat aktif di dunia
kepecintalaman dan menjadi anggota kehormatan di berbagai organisasi besar
pecinta alam/pendaki gunung di Indonesia, antara lain di Mapala UI, APGI
(Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia), Himpala Unas (Universitas Nasional), YEPE
(Young Pioneer) Malang, IMPEESA Perbanas, TRAMP (Top Ranger And Mountain
Pathfinder), dan banyak lagi lainnya.
Bang Djajo juga sebagai pendiri dan pembina di berbagai
organisasi kepecinta alaman/pendaki gunung maupun rescue di Indonesia, seperti
pendiri Yayasan Survival Indonesia, Pusat Informasi dan Pengembangan Pencinta
Alam (PIPA), Yayasan KAPINIS Indonesia, ikut gabung di CASPELINA
(Caving-Speleologi Indonesia) saat dirintis oleh Norman Edwin & Dr Kho,
serta kerap terlibat di banyak kegiatan Mapala Perguruan Tinggi Muhammmadiyah
se-Indonesia.
Selain itu, pria supel yang dikenal sebagai spesialis caving
ini juga aktif di Vertical Rescue di FPTI, Federasi Arung Jeram Indonesia
(FAJI), Global Rescue, Komisi SAR PB FAJI, PB FMI (Federasi Mountaineering
Indonesia), PB FONI (Federasi Orienteering Nasional Indonesia) dan lainnya.
“Om Djajo buat saya adalah telaga ilmu bagi orang-orang yang
haus akan ilmu petualangan. Sosok humble, tidak pelit berbagi ilmu dan sangat
konsisten terhadap safety adventure. Beliau tidak ada kompromi untuk
kegiatan-kegiatan adventure yang tidak menggunakan standar keamanan yang benar.
Respect buat om Djajo,” ujar Wowor, Ketua U-Forty Jakarta.
“Kalau di padepokan silat, almarhum ini maha guru. Banyak
sekali kader pencinta alam yang belajar sama beliau, termasuk saya. Yang
berkesan, guru Djajo tak pernah meminta bayaran kepada orang-orang yang mau
belajar dengannya. Guru Djajo ini juga volunteer sejati, dan tentunya sulit
menemukan sosok volunteer seperti guru Djajo, yang memiliki kepedulian tinggi
terhadap nilai-nilai kemanusiaan,” kata Fadlik Al Iman, anggota Mapala Stacia
Univ Muhammadiyah Jakarta.
“Djajo satu-satunya orang yang paling dekat dengan ibu saya.
Dia kalau di rumah orang tua saya, itu sudah seperti di rumahnya sendiri. Djajo
tak segan minta dibuatkan rendang sama ibu saya, karena memang dia suka sekali
rendang buatan ibu saya,” tutur sahabat Djajo yang juga anggota kehormatan
Mapala UI, Syamsirwan Ichin alias bang Icin.