BERITA INDEX BERITA
Kolaborasi Multipihak Kunci Keberhasilan Pelestarian Biodiversitas Indonesia

JAKARTA - Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr Dolly
Priatna mengatakan, bahwa kolaborasi semua pihak merupakan kunci keberhasilan
pelestarian biodiversitas Indonesia.
“Pelestarian keanekaragaman hayati merupakan tanggung jawab
bersama. Kolaborasi multipihak mulai dari pemerintah, akademisi, praktisi,
industri, media bahkan masyarakat merupakan kunci keberhasilan pelestarian
biodiversitas Indonesia untuk generasi kini dan yang akan datang,” tegas Dolly saat
opening speech Seminar dan Pelatihan dengan tema “Peran Multipihak dalam
Pelestarian Biodiversitas Indonesia”, pada Selasa, 14 Mei 2024.
Seminar nasional secara luring diadakan di Auditorium Lantai
3 Gedung Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan di Bogor, sedangkan daring
melalui aplikasi Zoom dan live streaming YouTube Belantara Foundation. Acara
ini dikemas melalui kegiatan Belantara Learning Series Eps.10 (BLS Eps.10). Lebih
dari 1.220 peserta berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang digelar secara
hybrid tersebut.
Dolly yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas
Pakuan menyebutkan telah dikeluarkan Instruksi Presiden No.1 tahun 2023 tentang
Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati dalam Pembangunan
Berkelanjutan. Inpres ini diterbitkan untuk memastikan adanya keseimbangan
pemanfaatan ruang untuk kepentingan ekonomi dan konservasi keanekaragaman
hayati dalam kebijakan setiap sektor.
Pelaksanaan kebijakan ini diarahkan melalui pengambilan
langkah-langkah kebijakan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan setiap lembaga
yang disasar dalam kebijakan ini. Isi inpres ini menyasar ke 19 kementerian dan
lembaga pemerintahan dengan tujuan untuk mengarusutamakan keanekaragaman hayati
dalam kebijakan pembangunan.
Masih dalam paparannya, Dolly mengatakan bahwa tujuan utama
seminar nasional ini untuk meningkatkan pemahaman stakeholders mengenai
strategi dan rencana aksi serta peran penting sektor akademisi, industri dan
masyarakat dalam pengelolaan biodiversitas Indonesia.
“Tujuan lain yaitu untuk meningkatkan kedulian semua pihak,
agar dapat ikut mengambil peran masing-masing dalam upaya pelestarian khususnya
jenis-jenis yang terancam kepunahan,” ujar Dolly yang juga? anggota Commission
on Ecosystem Management IUCN.
Diketahui, seminar nasional yang digelar Belantara
Foundation ini bekerja sama dengan Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah
Pascasarjana, Prodi Biologi Fakultas MIPA, dan Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pakuan. Kegiatan yang didukung oleh PT
Sharp Electronics Indonesia dan Taman Impian Jaya Ancol ini, juga berkolaborasi
dengan IUCN Indonesia Species Specialist Group (IdSSG) dan KupuKita.
Kegiatan ini juga menggandeng enam universitas sebagai
kolaborator yang mengadakan acara “nonton dan diskusi bareng” BLS Eps.10 bagi
mahasiswa dan dosen di masing-masing universitas. Enam universitas tersebut
yaitu Universitas Pakuan, Universitas Riau, Universitas Andalas, Universitas
Syiah Kuala, Universitas Tanjungpura dan Universitas Nusa Bangsa.
BLS Eps.10 diselenggarakan secara khusus dalam rangka
mendukung pemerintah dalam menyemarakkan World Species Congress yang
diselenggarakan oleh IUCN program Reverse The Red pada 15 Mei 2024 secara
virtual dan Hari Keanekaragaman Hayati Internasional 2024 yang diperingati
setiap 22 Mei.
Menurut artikel yang ditulis oleh ilmuwan yang diterbitkan
di jurnal Biological Review awal 2022 lalu, menjelaskan bahwa saat ini
telah berlangsung kepunahan massal keenam yang disebabkan oleh antropogenik.
Ancaman kepunahan massal kali ini berbeda, karena intervensi manusia terhadap
alam dan biodiversitas telah menyumbang dan mempercepat kepunahan tersebut
terjadi.
Ancaman tersebut semakin terlihat dengan tingkat kepunahan
spesies yang meningkat secara drastis. Para peneliti sebagian besar menggunakan
data spesies yang terdaftar sebagai spesies punah oleh International Union for
Conservation of Nature (IUCN). Para peneliti berfokus pada spesies vertebrata
(tidak termasuk ikan) karena datanya tersedia lebih banyak.
Dari setidaknya 5.400 genera (bentuk jamak dari genus) yang
terdiri dari 34.600 spesies, para peneliti menyimpulkan bahwa dalam 500 tahun
terakhir sejumlah 73 genera telah mengalami kepunahan, sebagian besar terjadi
dalam dua abad terakhir.
Penelitian tersebut memperkirakan bahwa kepunahan tersebut
seharusnya membutuhkan waktu kurang lebih 18.000 tahun, bukan 500 tahun,
meskipun perkiraan tersebut masih belum pasti, karena tidak seluruh spesies
diketahui dan catatan fosil masih belum lengkap.
Para ilmuwan mengatakan kepunahan massal buatan manusia
tersebut disebabkan oleh perusakan habitat, perubahan iklim global, eksploitasi
berlebihan, polusi, dan spesies invasif. Menurut IUCN, sampai saat ini terdapat
lebih dari 44.000 spesies terancam punah di bumi. Jumlah ini merupakan 28
persen dari total 157.100 spesies yang masuk daftar merah milik lembaga
konservasi global tersebut. Padahal, jumlah spesies yang ada di bumi jauh lebih
banyak dari angka tersebut.
Pada Desember 2023 lalu, IUCN memperbarui daftar spesies
yang berstatus punah/Extinct (EX). Berdasarkan data yang dipublikasikan sejak
1996 hingga kini, terdapat lebih dari 900 spesies yang punah. Sebanyak 74
spesies di antaranya dinyatakan punah pada 2023.
Sejak Tahun 2023 hingga saat ini, Pemerintah Indonesia
dikoordinasikan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/
Bappenas, tengah menyusun dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman
Hayati Indonesia atau Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP)
pasca COP15 CBD. Proses penyusunan dokumen ini merupakan upaya untuk
menyelaraskan target pengelolaan keanekaragaman hayati nasional dengan target
global.
Dokumen IBSAP ini disusun selaras dengan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rancangan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 serta kedepan diharapkan memiliki
dasar payung hukum untuk akselerasi implementasi. Dokumen ini diharapkan
menjadi acuan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam
mengelola keanekaragaman hayati secara berkelanjutan menuju Indonesia Emas
2045.
Sementara itu, dalam sambutannya, Wakil Dekan Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan, Prof. Dr.
Anna Permanasari, M.Si., mengemukakan bahwa kegiatan seminar dan pelatihan
inspiratif seperti ini perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk
mengarusutamakan isu-isu tentang keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup di
Indonesia, ujar Anna.
“Kami berterima kasih kepada Belantara Foundation, IUCN
IdSSG, PT. Sharp Electronics Indonesia dan Taman Impian Jaya Ancol serta mitra
lainnya yang telah mendukung penuh acara ini sehingga berjalan dengan baik dan
sukses,” pungkasnya.
Ketua I-SER (Institute of Sustainable Earth and Resources)
FMIPA Universitas Indonesia, Prof. Jatna Supriatna, Ph.D sebagai salah satu
pembicara kunci mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat besar dan
memiliki perputaran energi yang tidak terputus sejak ratusan juta tahun,
sehingga melewati fenomena-fenomena geologi yang sangat berhubungan dengan
keanekaragaman hayati.
“Indonesia memiliki banyak akademisi di kampus-kampus dan
pusat penelitian. Penelitian biodiversitas perlu lebih menekankan pada tahap
pemanfaatan. Misalnya, tentang pemanfaatan biodiversitas untuk pangan yang
seharusnya berasal dari biodiversitas Indonesia. Kita bisa memperbanyak riset
yang lebih mendalam tentang pemanfaatan hayati karena kita punya lebih dari
30,000 spesies”, ujar Jatna.
Jatna juga menambahkan upaya-upaya dari akademisi yang bisa
dilakukan adalah terkait valuasi biodiversitas dan ekosistem, degradasi lahan
yang menyebabkan defaunasi, serta dampak perubahan iklim pada biodiversitas.
Pelestarian biodiversitas perlu menekankan kolaborasi tri-sektor dari
akademisi, pemerintah, dan sektor privat. Salah satunya bisa melalui
pengembangan ekowisata, seperti pengamatan burung atau wisata-wisata yang
terkait spesies kharismatik.
Pada kesempatan yang sama, Dosen Fakultas Kehutanan dan
Lingkungan IPB University dan Co-Chair IUCN IdSSG, Prof. Dr. Mirza D. Kusrini
menjelaskan IdSSG adalah kelompok ahli dan praktisi hidupan liar yang bergabung
di bawah naungan Species Survival Commission IUCN.
Berdiri sejak awal tahun 2023, IdSSG memiliki visi untuk
mengkoordinasi para ahli di seluruh Indonesia dari berbagai kelompok taksonomi
dan keilmuan terkait untuk mendukung pemerintah serta para pihak dalam usaha
bersama mengubah penurunan keanekaragaman jenis melalui pengembangan
pengambilan keputusan dan kebijakan berbasiskan bukti ilmiah.
Turut hadir pembicara kunci dan narasumber yang memiliki
keahlian dan segudang pengalaman di bidang keanekaragaman hayati secara
berurutan yaitu Anggi Pertiwi Putri, S.T. MEnv., Perencana Muda Direktorat
Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas; Dita Galina, Manager Sustainability
Musim Mas; I Putu Artana dan Mohamad Ikrom, Kelompok Masyarakat Penangkar
Burung Jalak Bali Binaan Taman Nasional Bali Barat. Seminar nasional ini
dimoderatori oleh Suer Suryadi, Direktur Conservation and Legal Assistant Network. (fadlik al iman)
