BERITA INDEX BERITA
Pendokumentasian Keberagaman Pangan Lokal Melalui nusantrafoodbiodiversity.org

JAKARTA - Kenaikan harga beras belakangan ini mengungkap
kerentanan pangan di Indonesia. Ketergantungan pangan pada beras, selain
gandum, membuat Indonesia harus tergantung pada impor. Ketika stok beras dan
gandum global terganggu, maka harga bahan pangan pokok di Indonesia pun
bergejolak.
Dampak kenaikan harga beras ini terutama dirasakan oleh
masyarakat yang secara tradisional tidak bisa memenuhi kebutuhan padinya secara
mandiri, seperti Kepulauan Nusa Tenggara Timur dan Papua. Penduduk di wilayah
ini harus membayar harga beras dengan harga lebih mahal dari rata-rata
nasional.
Padahal, masyarakat di berbagai daerah Indonesia memiliki
keberagaman sumber pangan dan budaya pangan lokal, yang di masa lalu menjadi
bagian penting bagi pemenuhan pangan mereka. Belakangan keberagaman pangan
lokal ini semakin tergusur karena kebijakan pangan masa lalu yang bias beras.
Data Badan Pangan Nasional menunjukkan, pergeseran pola
konsumsi di berbagai daerah semakin tinggi dengan dominasi beras dan gandum.
Jika hal ini terus terjadi, ketergantungan Indonesia terhadap pangan dari impor
diperkirakan akan terus menguat, karena tidak semua wilayah di Indonesia cocok
untuk pengembangan padi, sedangkan gandum merupakan tanaman subtropis.
Beragam pangan lokal, yang sekarang semakin ditinggalkan ini
sebenarnya memiliki daya tahan yang baik terhadap lingkungan di Indonesia yang
beragam. Di tengah krisis iklim yang semakin menguat, pangan-pangan lokal
menjadi salah satu jawaban yang harusnya dikedepankan. Sebagai langkah awal
untuk menjaga pangan lokal adalah dengan mendokumentasikannya.
Saat ini KEHATI, KRKP, CIFOR ICRAF, Ekora NTT, Nastari, dan
para pihak lainnya tengah mengembangkan pendokumentasian pangan lokal yang
melibatkan publik melalui website www.nusantarafoodbiodiversity.org.
Ahmad Arif, jurnalis dan co-inisiator
nusantrafoodbiodiversity.org mengatakan, sistem pangkalan data ini diharapkan
menjadi medium untuk mendokumentasikan, melestarikan, memanfaatkan sekaligus
menyebarluaskan informasi lengkap tentang jenis, lokasi keberadaan,
penyimpanan, pengolahan, dan konsumsi pangan lokal.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan,
Indonesia memiliki setidaknya 100 jenis karbohidrat, 100 kacang-kacangan, 450
buah dan 250 sayuran dan jamur. Di luar ini, aneka pangan liar yang belum
teridentifikasi dipastikan masih banyak lagi.
Namun demikian, hingga saat ini tidak ada data eksisting
yang menunjukkan kondisi pangan lokal ini, baik produksi maupun konsumsinya, di
tingkat komunitas. “Website ini diharapkan bisa memberikan gambaran data lebih
nyata mengenai kondisi pangan lokal hingga di level desa,” kata Arif.
Sistem pangkalan data ini dibangun dengan pendekatan citizen
science. “Masyarakat bisa berperan serta mengisi data keberagaman pangan lokal
di sekitar mereka dengan menjadi kontributor. Dengan keterlibatan publik, upaya
pendokumentasian ini diharapkan juga bisa menjadi medium untuk meningkatkan
literasi masyarakat mengenai pentingnya pangan lokal,” kata dia.
Data dan informasi yang terhimpun di dalamnya tentu saja
dapat menjadi bahan penting dalam pengambilan kebijakan dan juga dapat
dimanfaatkan oleh publik secara luas untuk mendayagunakan potensi pangan lokal.
Dengan demikian bisa menjadi basis utama untuk mewujdukan kedaulatan pangan di
Indonesia.
Keberhasilan website ini sangat ditentukan oleh keterlibatan
publik luas. Oleh karenanya Arif mengemukakan bahwa kontribusi publik sangat
diperlukan untuk mengisi dan mengembangkan website ini.
“Kami mengundang kita semua di seluruh penjuru nusantara
untuk berkontribusi dengan menjadi kontibutor pada website ini. Catat dan
unggah pangan lokalmu di website ini sebagai bentuk kontribusi kita menjaga
keragaman dan memperkokoh ketahanan serta kedaulatan pangan kita,” kata dia.
Sementara itu, Puji Sumedi, Manajer Program Ekosisitem
Pertanian Yayasan KEHATI, juga co-inisiator nusantrafoodbiodiversity.org
menyebutkan bahwa keragaman sumber daya hayati, salah satunya sumber pangan
lokal sesuai kearifan lokal di setiap wilayah Indonesia yang kaya ragam budaya.
Banyak praktik baik masyarakat dalam mengembangkan sistem
pangan untuk kedaulatan pangan sesuai dengan potensi dan masih hidup sampai
saat ini. Akan tetapi tidak sedikit tantangan yang mengancam keberadaan baik
sumber daya hayati dan kearifan lokalnya. Karenanya salah satu hal yang penting
dilakukan adalah mulai menemu kenali, mendokumentasikan kembali, memanfaatkan
secara lestari sebagai bentuk perlindungan.
Hal ini juga disampaikan oleh Imroatul Mukhlishoh Asisten
Program Agroekosistem Pertanian KEHATI juga menyampaikan “Karena pangan lokal
adalah Rahmat dari Tuhan namun sekarang kita menyia-nyiakannya. Dengan
pendokumentasian pangan lokal ini kita bisa mengingat kembali keberagaman
pangan lokal serta memanfaatkannya kembali”
Mulia Nurhasan, seorang peneliti dari CIFOR yang juga
berperan sebagai co-inisiator nusantrafoodbiodiversity.org, menekankan
pentingnya mempertahankan keberagaman pangan lokal dalam memenuhi kebutuhan
gizi masyarakat.
Mulia merujuk pada publikasi CIFOR yang menyajikan sejumlah
penelitian yang menunjukkan bahwa variasi dalam konsumsi pangan, yang mencakup
berbagai kelompok pangan, berkaitan dengan penyerapan zat gizi mikro yang lebih
baik, serta mengurangi risiko stunting. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa
semakin banyak spesies pangan yang dikonsumsi per hari, semakin baik pula
penyerapan zat gizi mikro tersebut.
Dalam penelitian yang melibatkan metode recall 24 jam di
kawasan pedesaan dari tujuh negara berpenghasilan rendah dan menengah,
menemukan bahwa setiap penambahan spesies pangan yang dikonsumsi menghasilkan
peningkatan dalam asupan gizi. Selain itu, bukti dari sistem pangan akuatik
juga menunjukkan bahwa keberagaman spesies dan fungsionalitas ekologis
meningkatkan manfaatnya terhadap gizi manusia.
Fakta-fakta ini menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut
dalam bidang pertanian yang sensitif terhadap gizi, yang bertujuan tidak hanya
meningkatkan hasil pertanian tetapi juga meningkatkan status gizi masyarakat,
serta intervensi konservasi ekosistem sebagai upaya untuk memperbaiki gizi di
Indonesia. Mulia mengajak rekan-rekan untuk membaca lebih lanjut ulasan terkait
hal ini di publikasi CIFOR tersebut:
https://www.cifor-icraf.org/knowledge/publication/8250/.
Hal serupa diungkapkan oleh Said Abdullah Koordinator
Nasional Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), yang juga co-inisiator
nusantrafoodbiodiversity.org. Menurutnya, hadirnya website Nusantara Food
Biodiversity ini diharapkan kekayaan pangan lokal di Indonesia dapat
terdokumentasikan dengan baik.
“Pendokumentasian ini basisnya adalah semua orang di seluruh
Indonesia bisa terlibat utamanya teman-teman muda bisa terlibat dengan menjadi
kontributor. Hal ini bisa menjadi sambung budaya pangan-pangan lokal dengan
pola yang sedikit berbeda, kami mengajak publik untuk mendokumentasikan hal
tersebut,” tandasnya.
