BERITA INDEX BERITA
KKP Bersama FAO dan Pemda Jateng Lepasliarkan Sidat Hasil Project IFish

CILACAP – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama
dengan Food and Agriculture Organization (FAO) dan Pemda Jawa Barat
melepasliarkan 2,5 persen hasil budidaya sidat pada Proyek IFish 'Mainstreaming
Biodiversity Conservation and Sustainable Use into Inland Fisheries Practices
in Freshwater Ecosystems of High Conservation Value'.
Pelepasliaran sidat hasil budidaya sebanyak 20 kilogram ke
Bendung Cijalu tersebut merupakan bentuk komitmen untuk menjaga kelestarian
sidat di habitat alamnya. Komitmen tersebut juga merupakan bagian dari upaya
mendukung pemerintah daerah untuk melaksankan restocking sidat dari hasil
budidaya, yang tertera dalam peraturan daerah yang mengatur pengelolaan
perikanan darat.
“Melalui peran dan komitmen dari KKP, FAO dan para pemangkau
kepentingan di daerah, telah disepakati untuk setiap hasil budidaya sidat, 2,5
persen akan dilepas ke perairan umum sebagai upaya mejaga kelestarian sidat di
habitat alamnya," terang Kepala Pusat Riset Perikanan, KKP, Yayan
Hikmayani.
"Upaya tersebut tentunya akan diperkuat dengan peran
Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokwasmas) Perikanan serta pendampingan dari
penyuluh perikanan untuk memastikan sumber daya sidat dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan dan penuh tanggung jawab,” lanjutnya.
Sidat merupakan ikan ekonomis penting dengan nilai ekspor
mencapai USD10 juta (tahun 2021) sehingga perlu upaya pengelolaan secara baik
agar sumber daya di alamnya dapat lestari dan berkelanjutan.
Salah satu wilayah pusat pengembangan budidaya sidat
terdapat di Kabupaten Cilacap, khususnya di Kampung Sidat Kaliwungu dengan
kegiatan budidaya pembesaran glass eel hingga ukuran konsumsi dengan produksi sekitar 3,3 ton untuk
kebutuhan restoran dan ekspor.
Rajendra Aryal, Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor
Leste, menuturkan bahwa aktivitas proyek IFish di Cilacap memiliki lima dampak
inovatif, yakni perbaikan koleksi data dari level bawah hingga level pusat; dampak
perputaran ekonomi untuk masyarakat sekitar; pengembangan teknologi RAS yang
berkelanjutan; pendekatan nol limbah dalam pascaproduksi sidat dan produksi
pakan sidat independen yang menyediakan 80 persen dari seluruh pakan; dan bagaimana
masyarakat memasarkan produk secara bersama-sama.
“Proyek ini merupakan model teladan yang diharapkan dapat
diadaptasi tidak hanya di desa-desa lain di Indonesia, tetapi juga
negara-negara lainnya," ucap Rajendra.
Dalam kunjungan lapangan ke Kampung Sidat Kaliwungu, Yayan
Hikmayani yang juga menjabat sebagai National Project Coordinator IFish;
beserta Rajendra Aryal; Sekretariat GEF Operational Focal Point; beserta Pj
Sekretaris Daerah Cilacap mewakili Pj Bupati; dan Kadis Perikanan Kab. Cilacap,
turut melakukan pelepasan sidat hasil budidaya ukuran 150 gram sebanyak 20
kilogram ke Bendung Cijalu yang merupakan salah satu jalur migrasi sidat.
Pelepasan simbolis ini merupakan tindak lanjut dan langkah
nyata atas komitmen bersama untuk memastikan ketersediaan sumber daya sidat
secara berkelanjutan. Melalui komitmen pelepasliaran 2,5 persen hasil budidaya
sidat ke perairan umum, juga membantu meningkatkan tingkat keberlangsungan
hidup sidat menjadi lebih dari 90 persen.
Tidak hanya mengedepankan budidaya berkelanjutan, Proyek
IFish juga mengajak peran serta koperasi perempuan di Kampung Sidat Kaliwungu
untuk dapat mengolah belut melalui pendekatan nol limbah (zero waste) yang
komprehensif. Sehingga memastikan semua bagian belut digunakan secara efektif
untuk mengatasi tantangan gizi, seperti stunting.
Turini, salah satu anggota koperasi perempuan kelompok
binaan IFish, yang mengolah produk sidat pada kelompok Mina Sidat Bersatu,
mengatakan bahwa dirinya dan kelompoknya mendapat bimbingan dan pendampingan
dari dalam mengelola sidat.
“Saya dan perempuan anggota koperasi berperan di pengolahan
sidat menjadi Unagi Kabayaki. Proyek IFish mengajarkan kami cara membuat olahan
sidat, seperti memanfaatkan tulang dan sirip yang tidak dipakai menjadi
keripik,” terang Turini.
Tidak hanya berhenti di pengolahan keripik, melalui proyek
Ifish juga berupaya mengenalkan berbagai menu olahan dari produk sampingan
produksi unagi kabayaki di Kabupaten Cilacap.
Dengan memanfaatkan produk sampingan tersebut, gizi tinggi
sidat dapat lebih mudah diakses oleh masyarakat dan diharapkan dapat membantu
menuntaskan permasalahan stunting yang masih terjadi di kabupaten tersebut.
Upaya ini juga diharapkan dapat membuka akses lebih luas terhadap pendapatan
yang adil bagi kaum perempuan di Cilacap.
Proyek IFish senilai USD6,1 juta ini merupakan ikhtiar dan
inisiatif KKP dan FAO untuk mengarusutamakan konservasi keanekaragaman hayati
dan penggunaan berkelanjutan dalam praktik perikanan darat, terutama di
ekosistem air tawar bernilai konservasi tinggi yang didukung oleh Global
Environment Facility (GEF).
Kabupaten Cilacap sendiri merupakan salah satu dari lima
area demonstrasi di Indonesia dalam proyek Ifish yang dipilih karena populasi
belut harus nya sidat yang signifikan. Di mana saat ini sidat harusnya sidat
berada di bawah status perlindungan terbatas. Lokasi ini berfungsi sebagai
model penting untuk mencapai tujuan proyek dalam melindungi ekosistem air tawar
bernilai konservasi tinggi dan keanekaragaman hayatinya serta berkontribusi
pada ketahanan pangan dan penghidupan masyarakat lokal.
Upaya pelepasliaran ini tentu sejalan dengan kebijakan
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono yang terus mendorong
pengembangan budidaya perikanan berkelanjutan. Dalam berbagi kesempatan Menteri
Trenggono juga menyampaikan pentingnya praktik budidaya yang dilaksanakan
dengan memperhatikan aspek keberlanjutan sumber daya dan kesehatan lingkungan.
