BERITA INDEX BERITA
KKP Kaji Status Keterancaman 308 Spesies Biota Perairan di Indonesia
PONTIANAK – Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati
Laut (KKHL), Ditjen PKRL akan melakukan pengkajian lebih lanjut atas rekomendasi
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tahun 2020 untuk memasukkan 308 spesies
dari 7 taksa untuk masuk dalam daftar spesies biota perairan terancam punah
yang perlu diprioritaskan untuk dilindungi.
Hal ini dijelaskan Direktur KKHL,
M Firdaus Agung dalam Konsultasi Publik bekerja sama dengan BRIN dan Program
USAID Konservasi Laut Efektif (Kolektif) yang mengangkat tema Usulan Penetapan
Perlindungan Biota Perairan Terancam Punah yang diselenggarakan pada Senin (27/11/2023),
di Pontianak, Kalimantan Barat. Acara ini sebagai side event Konferensi
Nasional Pengelolaan Pesisir Sumber Daya Laut Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
(Konas Pesisir) XI, yang juga berlangsung di Pontianak, Kalimantan Barat.
Firdaus menerangkan bahwa
Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan telah
menetapkan 23 jenis ikan dilindungi penuh dan 6 jenis ikan dilindungi terbatas.
Namun demikian, mengingat semakin banyaknya biota perairan yang terancam punah,
langka, dan endemik di perairan Indonesia maka pemerintah perlu memberikan
perhatian khusus dan prioritas dalam pengelolaannya.
“Pada tahun 2023, KKP bersama BRIN
tengah mereviu daftar biota perairan yang terancam punah prioritas perlindungan
dan sekaligus mengupayakan adanya penetapan status perlindungannya melalui
keputusan Menteri Kelautan secara bertahap dengan memperhatikan berbagai aspek
baik aspek bioekologi, ekonomi dan sosial serta tingkat pemanfaatannya oleh
masyarakat,” terang Firdaus.
Upaya tersebut menurut Firdaus
sejalan dengan agenda global Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework
dalam kerangka Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological
Diversity) terutama Target 4 tentang aksi nyata dalam konservasi dan pengelolaan
berkelanjutan dalam menghentikan kepunahan spesies terancam punah untuk
mengurangi resiko kepunahan serta menjaga dan memulihkan keanekaragaman
genetik.
Guna mereviu dan memperbaharui
hasil kajian sebelumnya, melalui Surat Keputusan Direktur Sekretariat
Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati (SKIKH) Nomor :
B-2011/IV/HK.01.00/4/2023 BRIN membentuk Tim Kelompok Kerja Perlindungan Biota
Perairan Terancam Punah Prioritas.
Kelompok kerja (Pokja)
beranggotakan peneliti BRIN, dan beberapa akademisi di antaranya Institut
Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas
Diponegoro (UNDIP). Tim Pokja diharapkan dapat merumuskan rekomendasi dalam
penetapan status perlindungan biota tersebut melalui Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan.
Tim Pokja telah melakukan kajian
jenis biota perairan terancam punah prioritas yang berjumlah 319 spesies dengan
rekomendasi perlindungan penuh sebanyak 132 spesies dan 187 spesies untuk
dilindungi secara terbatas. Hasil update terkait jumlah spesies prioritas
tersebut, hingga saat ini masih dinamis dan ada kemungkinan dapat bertambah
maupun berkurang sesuai data dan informasi yang didapatkan oleh tim pokja.
”Evaluasi status perlindungan
jenis biota perairan ini sangat penting dalam konservasi jenis untuk mencegah
kepunahan spesies di Indonesia” ungkap Amir Hamidy, Direktur SKIKH, BRIN.
Menindaklanjuti hasil kajian
tersebut, tahapan selanjutnya adalah mengusulkan status perlindungannya dengan
prosesnya mengikuti tahapan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No
35/2013 yang telah diperbaharui melalui Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. 49 /2016 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No 35/ 2013 tentang Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis
Ikan.
Tahapan ini meliputi usulan
inisiatif, verifikasi usulan, penyusunan analisis kebijakan, konsultasi publik,
dan penetapan status perlindungan jenis ikan. Pelaksanaan konsultasi ini tak
hanya bertujuan untuk sosialisasi usulan status perlindungan biota perairan
terancam punah, namun juga mendapatkan masukan serta informasi yang mutakhir
dari para pemangku kepentingan.
Konsultasi juga untuk memperoleh
kesepakatan dalam pengusulan status perlindungan biota perairan terancam punah,
serta memperoleh gambaran tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap
upaya konservasi jenis ikan terancam punah.
”Yang terpenting juga dari
konsultasi ini adalah tersedianya data dan informasi tingkat pengetahuan dan
pemahaman masyarakat terhadap konservasi jenis ikan terancam punah,” jelas
Wawan Ridwan, Chief of Party USAID Kolektif.
USAID Kolektif mendukung
peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dengan meningkatkan
perlindungan spesies laut yang langka, terancam punah dan dilindungi serta
habitat prioritas di 5 provinsi yang menjadi wilayah kerja USAID Kolektif, yaitu
Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Papua Barat dan
Papua Barat Daya.
Wilayah kerja ini mencakup 13
kawasan konservasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia
(WPP NRI) 711 dan 715 dengan total luas 5 juta hektar yang menjadi bagian dari
15,8 juta hektar juta target KKP untuk kawasan konservasi perairan telah
dikelola secara efektif.
Pada akhir pelaksanaan program di
tahun 2027, USAID Kolektif bersama para mitra pemangku kepentingan akan
meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dan pengelolaan
Konservasi jenis ikan.
Selain KKP, kegiatan ini turut
dihadiri oleh Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati (SKIKH), Badan
Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pemerintah daerah, akademisi, LSM dari
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan
Kalimantan Utara.
Sejalan dengan kebijakan Menteri
Kelautan dan Perikanan, pembangunan sektor kelautan dan perikanan ditekankan
untuk tetap memperhatikan keberlanjutan ekosistem dan habitatnya. Ekologi
menjadi panglima dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Indonesia.