BERITA INDEX BERITA
Gakkum LHK Tangkap Petinggi Perusahaan Tambang Nikel Ilegal di Kolaka Sultra
KOLAKA - Direktorat
Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
menetapkan 2 (dua) orang pengurus PT AG sebagai tersangka atas kejahatan-tindak
pidana penambangan nikel ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan negara di
Desa Oko-Oko, Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin, 13
November 2023,
Tersangka
pertama, LM (28 th) yang beralamat di Dusun Salu Kasisi RT 001/ RW 001,
Kelurahan Malewong, Kecamatan Larompong Selatan, Kabupaten Luwu, Provinsi
Sulawesi Selatan adalah Direktur PT AG. Lalu AA (26 th) yang beralamat di Dusun
Salu Kasisi RT001/ RW 001 Kelurahan Malewong, Kecamatan Larompong Selatan,
Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan. merupakan Komisaris PT AG.
Kedua
Tersangka LM dan AA ditangkap dan ditahan oleh Penyidik Balai Gakkum LHK
Wilayah Sulawesi dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 2A
Kendari. Barang bukti sebanyak 17 (tujuh belas) unit alat berat Excavator PC
200 telah disita dan dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara
(Rupbasan) Kelas I Kendari.
Penyidik
menjerat kedua Tersangka dengan Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PPLH) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Rasio Ridho
Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK mengatakan bahwa penindakan tegas
harus dilakukan kepada kedua tersangka. "Harus dihukum maksimal. Kedua
tersangka mencari keuntungan finansial dengan mengorbankan lingkungan hidup
serta merugikan negara. Apa yang dilakukan kedua tersangka ini merupakan
kejahatan serius. Kami akan menindak kedua tersangka dengan pidana
berlapis," tegas Rasio Sani.
Rasio Sani
menambahkan, jika dirinya sudah perintahkan penyidik agar terhadap kedua
tersangka disamping pengenanaan pidana pokok berupa pidana penjara dan denda
sebagaimana Pasal 98 UU PPLH, juga harus dilakukan penyidikan kejahatan
korporasinya, serta pengenaan pidana tambahan.
Sesuai
dengan Pasal 119 UU PPLH bahwa terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana
tambahan atau tindakan tata tertib berupa: Perampasan Keuntungan dan Perbaikan
Akibat Tindak Pidana, dalam hal ini pemulihan lingkungan.
Disamping
itu, secara tegas ia meminta terhadap kedua tersangka dan pihak lain yang
terlibat harus dilakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh
karena Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Tindak Pidana Kehutanan merupakan
Tindak Pidana Asal dari TPPU sebagai Pasal 2 ayat 1 huruf w dan huruf x UU No.
8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
(PPTPPU).
Ancaman
pidana TPPU sebagaimana Pasal 3 UU PPTPPU adalah pidana penjara paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah)”. Pengenaan pidana tambahan bagi korporasi berupa perampasan aset untuk
negara dilakukan sebagaimana Pasal 7 UU PPTPPU.
Penyidikan
TPPU akan dilakukan mengingat saat ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
KLHK sebagai penyidik tindak pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah
mendapatkan kewenangan untuk melakukan Penyidikan TPPU berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 15/PUU-XIX/2021.
Untuk
percepatan dan penguatan Penyidik TPPU dari Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan
Kehutanan pada Tanggal 11 Mei 2023 telah dibentuk Tim Gabungan KLHK dan PPATK
untuk Penyidikan Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang pada Tindak Pidana
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tambah Rasio Sani.
“Penegakan
hukum pidana berlapis termasuk TPPU dilakukan di samping untuk meningkatkan
efek jera terhadap penerima manfaat utama (beneficiary ownership) dari
kejahatan ini. Upaya tersebut untuk memulihkan kerugian lingkungan dan kerugian
negara. Dari kasus-kasus tambang illegal yang telah ditindak selama ini, pengenaan
pidana pokok berupa pidana penjara dan denda semata, tampaknya belum cukup
memberikan efek jera. Pengenaan Pidana Tambahan berupa perampasan keuntungan
dan TPPU menjadi prioritas kami agar benar-benar dapat menimbulkan efek jera”,
tegas Rasio Sani kembali.
"Penindakan
tegas kami lakukan ini harus menjadi peringatan dan pembelajaran bagi pelaku
kejahatan pertambangan baik nikel, batubara maupun timah. Kami menyakini bahwa
penyidikan TPPU melalui Tim gabungan KLHK dengan PPATK serta dukungan Kejaksaan
dan Kepolisian akan dapat memberikan efek jera dan menyasar kepada penerima
manfaat utama dari kejahatan ini melalui aliran keuangan, follow the money
follow the suspect," jelas Rasio Sani.
Sementara
itu Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun mengatakan bahwa
penanganan kasus tambang ilegal ini bermula dari adanya laporan masyarakat
tentang adanya kegiatan penambangan Nikel ilegal yang diduga tidak memiliki
izin. Mendapat informasi tersebut, Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi membentuk
Tim Operasi Penyelamatan SDA untuk menindaklanjuti laporan masyarakat
tersebut.
Tim Operasi
Penyelamatan SDA menemukan adanya kegiatan penambangan dengan menggunakan alat
berat Excavator. Selanjutnya Tim melakukan pengamanan Barang Bukti, pengambilan
keterangan terhadap Operator Excavator, Pengawas Lapangan dan Kepala Dusun II
Lowani Desa Oko-Oko serta melakukan pemasangan Plang Segel “Penghentian
Pelanggaran Tertentu” di lokasi penambangan illegal seluas 23,84 Ha.
"Dengan
dukungan Brimob Polda Sultra dapat dilakukan upaya penanganan/pemindahan barang
bukti 17 (tujuh belas) unit alat berat Excavator dari lokasi penambangan untuk
dititipkan di Rupbasan Kelas I Kendari," ujar Aswin.
Hasil
pemeriksaan oleh Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi terhadap MA (39 th)
selaku Pengawas Lapangan/Grid Kontrol diperoleh keterangan bahwa kegiatan
penambangan sudah dilakukan sejak tahun 2022 dan penanggung jawab kegiatan
penambangan tersebut adalah LM (28 th) Direktur PT AG, sedangkan AA (26 th)
Komisaris PT. AG diduga turut serta terlibat membantu kegiatan pertambangan
tersebut.
"Kedua
orang tersebut telah melakukan penambangan tanpa dilengkapi Izin Usaha
Penambangan (IUP), Perizinan Berusaha Bidang Lingkungan Hidup dan Dokumen
Lingkungan Hidup (AMDAL), " imbuh Aswin.
Sementara
itu, Plt. Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan, Sustyo Iriyono, menegaskan
“Kami akan terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap kemungkinan adanya
pelaku lain yang terlibat termasuk korporasi. Kami sudah mendapatkan perintah
dari Dirjen Gakkum KLHK untuk mendalami penerapan penyidikan TPPU dan
Penyidikan bersama dalam penanganan kasus tambang ilegal ini. Kami akan segera
berkoordinasi dengan penyidik-penyidik lainnya sehingga para pelaku dapat
dihukum seberat-beratnya agar ada efek jera”, tegas Sustyo.
Sustyo juga
mengapresiasi dukungan para pihak seperti Brimob dan Ditreskrimsus Polda
Sulawesi Tenggara, Kejati Sulawesi Tenggara, Rupbasan Kelas 1 Kendari dan
masyarakat, serta mass media dalam penindakan kasus tambang ilegal seperti ini.
Sustyo
menambahkan sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk menghentikan kejahatan
lingkungan hidup, termasuk kejahatan pertambangan illegal, gakkum KLHK selama
beberapa tahun ini telah melakukan 2.016 Operasi Pengamanan Hutan, Pembalakan
liar dan TSL serta membawa 1.449 kasus ke pengadilan (P-21). (*)