BERITA INDEX BERITA
Tantangan Kopi di Era Perubahan Iklim Dunia

JAKARTA - Cuaca yang tak menentu, curah hujan yang tidak
teratur, badai, atau kekeringan berkepanjangan yang disebabkan perubahan iklim
mengakibatkan ‘kejutan sistematik’ bagi harga komoditas kopi dunia. Belum lagi,
adanya persebaran hama dan penyakit, serta praktik bertani yang tak lagi sesuai
juga akan berdampak pada keberlanjutan produksi kopi.
“Perubahan iklim
adalah realitas yang tidak dapat dihindari di zaman ini, sebuah fenomena global
yang mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berinteraksi dengan lingkungan.
Salah satu industri yang paling terkena dampak perubahan ini adalah industri
kopi” ujar Thair Hussain, Executive Director dari Phillip Nova Pte, sebuah
perusahaan perdagangan kontrak berjangka dan komoditas ternama dari Singapura
yang turut menjadi pembicara di Indonesia Coffee Summit 2023 (ICS 2023), di Jakarta.
Surip Mawardi, peneliti kopi ternama di Indonesia yang telah
diakui dunia mengungkapkan perubahan iklim ini diawali oleh global warming atau
pemanasan global. “Dimulai dari abad ke-19, suhu Bumi sudah naik 1—1,6 derajat
Celcius dan diperkirakan akan meningkat menerus,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa kenaikan suhu ini dapat merembet
mempengaruhi berbagai aspek seperti kelembaban, curah hujan, hingga tekanan
udara semuanya dapat berpengaruh besar pada pertumbuhan dan perkembangan
tanaman kopi.
Lebih jauh dari itu, berbeda jenis biji kopi juga memiliki
kerentanan terhadap suhu temperatur yang berbeda pula. Biji kopi Arabika
mempunyai batas toleransi fotosintesis di suhu 25 derajat celcius. Lebih dari
itu, tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. Sementara biji kopi Robusta
lebih kuat dan mampu bertahan di suhu 30 derajat celcius.
“Semakin panas suhu, artinya hama dan penyakit makin mudah
untuk berkembang. Untuk pengaruh angin, makin kencang maka menyebabkan
keguguran daun. Dan kelembapan juga dapat memacu perkembangan hama,” ujar dia.
ICS 2023 juga turut mendatangkan Judith Ganes, seorang
analis komoditi ternama di dunia. Ia memaparkan bahwa perubahan iklim dunia
juga mengakibatkan perlunya lebih banyak varietas kopi yang tahan terhadap
penyakit.
“Para petani juga khawatir akan kekurangan tenaga kerja dan
meningkatnya biaya input. Dan pada saat yang sama, terjadi perubahan cuaca yang
lebih ekstrem yang mengganggu siklus pertumbuhan,” tukasnya.
Mengetahui tantangan tersebut, Surip Mawardi mengusulkan dua
pendekatan strategi. Pertama adalah adaptasi, yaitu dengan mengembangkan
varietas biji Arabika terbaru yang mampu bertahan di perubahan iklim juga
mengembangkan spesies biji Liberica yang mampu tumbuh di pantai atau gambut
tipis.
Kedua adalah partisipasi, yaitu butuhkan aksi kolektif yang
mampu mengurangi emisi karbon. Surip juga mengajak agar para pemain di
ekosistem kopi mulai memperhatikan emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas
bisnisnya.
ICS adalah event tahunan mencakup konferensi, workshop,
kompetisi, festival, business matching, hingga pameran, yang menjadi wadah bagi
para pelaku ekosistem kopi dari hulu petani), tengah (roaster, trader,
eksportir, importir, dll.), supporting (perlengkapan, mesin, dll.) hingga hilir
(industri, kedai kopi, dll.).
Event tahunan yang digelar oleh KopiKita.id (PT Demi Kopi
Indonesia) ini mengusung misi untuk terus memperbaiki ekosistem kopi Indonesia
sehingga lebih baik dan berdaya saing global.
#ICS2023 mengusung 18 event selama 3 hari, 21-23 Oktober
2023 di Taman Ismail Marzuki. Berbagai event tersebut antara lain: konferensi
internasional: Coffee in the Era of Climate Change, peluncuran buku “Kedai Kopi
di Nusantara”, ajang penghargaan “Indonesia Coffee Heroes Award”, Coffee Tubruk
Championship, Traditional Coffee Pairing Competition, Coffee Photography
Competition.
#ICS2023 juga akan
menghadirkan kolaborasi kopi dengan atraksi seni-budaya seperti: Coffee x
Music, Coffee x Film, Coffee x Poetry, Coffee x Visual Art, Coffee x Jamu, dan
Coffee x Mindfulness, dan sebagainya.
