BERITA INDEX BERITA
Dirasuki Hantu, Koalisi Setara Sadarkan OJK Hentikan Rencana Label Hijau PLTU Batubara

JAKARTA - Koalisi Setara (Koalisi Selamatkan Kalimantan
Utara) kemarin menyambangi kantor Otoritas Jasa Keuangan, untuk menyampaikan
pesan yang dikemas dalam sebuah aksi kreatif konfrontatif. Aksi dilakukan
dengan memperagakan sosok-sosok ‘hantu’ khas Indonesia yang diibaratkan sedang
merasuki OJK karena memberikan label hijau kepada industri batu bara.
Pasalnya, baru-baru ini OJK berencana memasukkan PLTU
kawasan industri dalam taksonomi hijau atau pembiayaan hijau, jika keluaran
produknya menyuplai industri hijau, contohnya seperti baterai untuk mobil
listrik. Hal tersebut dinilai sejumlah lembaga dari Koalisi Setara justru
menjauhkan komitmen Indonesia untuk melakukan transisi energi dari jalur rendah
karbon yang sesungguhnya.
Atas kenyataan ini, Koalisi Setara mendesak OJK untuk
menghentikan rencana label hijau PLTU kawasan dari skema pembiayaan hijau.
Industri hijau yang sumber energinya masih berasal dari energi batu bara
tidaklah hijau, dan membahayakan upaya Indonesia untuk melakukan transisi
energi dan arah pembangunan yang sejalan dengan komitmen di bawah 1.5 derajat
“Pelabelan hijau ini hanya akal-akalan industri batu bara
untuk melakukan greenwashing,” ujar Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Iklim dan
Energi Greenpeace Indonesia.
Bondan menyatakan, di satu sisi Indonesia berkomitmen untuk
melakukan transisi energi, mengubah arah pembangunan ke arah yang lebih
berkelanjutan dengan perencanaan pensiun dini PLTU batu bara sebagai bagian
dari komitmen JETP, namun di sisi lain tetap membangun PLTU kawasan untuk
menyuplai industri hijau di Kalimantan Utara. “Ini adalah salah satu bentuk
solusi palsu,” tegasnya.
“Revisi taksonomi hijau sebaiknya melibatkan partisipasi
masyarakat yang terdampak oleh sektor ekstraktif termasuk PLTU batu bara, OJK
jangan diam-diam merumuskan taksonomi hijau yang isinya bertolak belakang
dengan upaya keuangan berkelanjutan,” kata Bhima Yudhistira, ekonom dan
Direktur Eksekutif CELIOS.
Dengan kebutuhan pembiayaan transisi energi diperkirakan
melebihi Rp 500 triliun, seluruh perangkat regulasi diharapkan mendukung
pembiayaan di sektor pembangkit dan pembangunan transmisi energi terbarukan.
“Khawatir jika OJK bersikukuh mendorong pembiayaan PLTU batu
bara atas nama hilirisasi dengan label “hijau”, banyak lembaga keuangan yang
tidak tertarik mendanai energi terbarukan. Target emisi karbon jelas akan
meleset jauh,” tegasnya.
Program hilirisasi pemerintah seperti KIHI di Kalimantan
Utara berisiko meningkatkan kerusakan ekologi dari hulu ke hilir, terutama
akibat pertambangan nikel yang mendorong deforestasi, pencemaran air laut,
serta hilangnya sumber mata pencaharian penduduk lokal seperti nelayan.
“Fungsi lembaga OJK adalah mengawasi, melindungi dana publik
(nasabah) untuk tidak digunakan para pebisnis tambang, atau industri kotor
lainnya. Bukan malah menjadi stempel bantuan keuangan kepada perusahaan yang
menjadi sumber bencana bagi masyarakat dengan kedok label industri hijau,” ujar
Seny Sebastian, JATAM Kaltim.
“Proyek ‘hijau’ KIHI yang diklaim sebagai proyek terbesar di
dunia adalah proyek perampasan ruang hidup nelayan di Mangkupadi dan Tanah
Kuning. Masih ditenagai oleh PLTU batu bara, berkedok hijau, KIHI lebih pantas
disebut sebagai Kawasan Industri Hitam Indonesia,” kata Wastaman, Direktur
Perkumpulan Lingkar Hutan Lestari (PLHL).
